Senin, 18 Januari 2010

Minggu, 27 Desember 2009

Selasa, 22 Desember 2009

INOVASI PEMBELAJARAN LESSON STUDY



REFLECTIONS OF RESULT IMPACT TO LEARNING SYSTEM’S PLANT POWER
By
AHMAD FADLOLI 

SMP Negeri 2 Karawang Barat.

Research is done to know The impact of reflection result on learning of plant motion system on open lesson Lesson Study activity on 1st November 2008 at SMPN 2 West Karawang. Method that is used is compare of learning on open lesson and afters learning available reflection from observer. Data was taken from result study of student, student activity watch, student’s opinion about learning, and learning time effectiveness. The result of research show that learning gets better afters available reflection, this point is showed sense: Yielding appreciative step-up learned; the materiil is easier tobe understood time become more effectivelly; learning is more interesting; and Student becomes more active.

Minggu, 15 November 2009

OPEN LESSON LESSON STUDY

REPLIKASI BTL I DBE MGMP IPA DI SMPN 2 KARAWANG BARAT

Sesi 4
Bagaimana Guru Dapat Lebih Mendorong Pengembangan Potensi Individu?

Pendahuluan
Seperti yang anda lihat di Sesi 1, Departemen Pendidikan Nasional mempertimbangkan bahwa sebagai satu upaya untuk menjadi guru yang lebih baik adalah dengan “bertindak obyektif dan tidak melakukan diskriminasi gender, agama, suku, ras, kondisi fisik atau latar belakang sosial ekonomi dari siswa.” (Undang-Undang Guru tahun 2005 pasal 9(e)) dan untuk mendorong pengembangan potensi optimal individu dari masing-masing siswa. Sebelum anda dapat melakukan hal ini, perlu bagi anda, para guru, untuk dapat mengerti apa maksud dari pesan tersebut dan mengerti cara-cara yang dapat diterapkan untuk mendorong golongan generasi muda untuk mencapai hal tersebut.

REPLIKASI BTL I DBE MGMP IPA

Sesi 1
Pengetahuan, Keterampilan dan Perilaku Seperti Apa yang harus Dimiliki Guru Profesional?
Pendahuluan
Benar atau salah, di hampir setiap negara di dunia, baik politisi maupun khalayak umum memiliki pandangan yang sama mengenai pendidikan atau ‘sekolah’, yaitu tidak hanya sebagai sebuah proses akademik tetapi juga sarana percepatan pembangunan ekonomi dan sosial serta sebuah solusi terhadap semua masalah yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, kebanyakan sistem pendidikan disusun secara nasional dan ditujukan untuk meningkatkan nilai keagamaan, moral, sosial dan budaya siswa serta mempersiapkan mereka untuk menghadapi kesempatan, tanggung jawab dan pengalaman dalam kehidupan nyata. Tidak perlu dipertanyakan lagi, hal ini memberikan beban akuntabilitas terhadap guru dalam memenuhi peran mereka dan menjadikan siswanya menjadi generasi yang mampu mewarisi dan melanjutkan pembangunan bangsa dengan sukses. Berbeda dengan profesi yang lain, setiap orang memiliki suatu investasi dalam pendidikan dan semuanya setidaknya pernah bersekolah. Ini menjadikan mereka sebagai ‘ahli’ tentang persekolahan, masing-masing dengan pemikiran-pemikiran tentang jenis pendidikan yang dibutuhkan dan juga jenis guru untuk mengajarkan pendidikan tersebut. Bahkan guru sendiri juga memiliki ide-ide tentang bagaimana menjadi guru yang sempurna. Akibatnya, guru harus menjadi segalanya bagi semua orang.
DI Indonesia juga terjadi hal yang sama. Sistem pendidikan nasional secara umum ditujukan untuk “meningkatkan kehidupan intelektual bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya”. Guru di Indonesia telah mendapatkan amanat untuk mengembangkan “potensi siswa guna menjadi manusia yang percaya dan taqwa kepada Tuhan YME, memiliki karakter terpuji, sehat, berpengetahuan, mampu, dan kreatif, madiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab” . Ini adalah pekerjaan yang sangat penting. Tetapi sekaligus juga merupakan pekerjaan sulit yang memerlukan pengetahuan, keterampilan dan perilaku tertentu untuk melakukannya. Pertanyaannya adalah: guru seperti apa yang bisa melakukan ini? Kompetensi apa yang harus dimiliki oleh guru di Indonesia untuk menunaikan tugas membangun segenap bangsa Indonesia dengan berhasil?

Peraturan Perundang-undangan yang baru memperjelas kualifikasi guru yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia. Secara umum, guru diharapkan untuk “sehat jiwa dan raga dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Guru harus memiliki “kualifikasi akademik yang tepat” berupa gelar sarjana D4 atau S1 dan menunjukkan “kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial” melalui pemerolehan akta mengajar profesional sebagai guru. Dalam waktu 15 tahun semua guru yang sudah mengabdi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia perlu untuk memenuhi persyaratan minimal untuk pengetahuan, keterampilan dan perilaku ini. Sesi ini tidak dapat membuat anda menjadi guru yang sempurna, tetapi akan membuat anda memulai proses untuk menjadi guru yang lebih baik dalam sistem pendidikan yang lebih baik pula.


Sesi 2
Siapakah Anak Didik Anda?
Pendahuluan
Sebelum guru mulai berpikir tentang penyampaian kurikulum, mereka perlu terlebih dahulu mencoba mengenali dan membuat hubungan dengan orang yang mereka didik. Yaitu orang yang berada dalam kelas mereka. Guru yang baik tidak hanya mencoba untuk menjalin hubungan dengan intelektualitas anak didiknya namun dengan anak didik sebagai individu yang seutuhnya. Dengan mengenali anak didik, guru akan dapat mengajar dan berkomunikasi dengan lebih baik dengan anak didik, dapat menciptakan lingkungan sekolah dan kelas di mana anak didik akan merasa cukup aman dan nyaman untuk mengasah pemikiran mereka. Bagi guru Sekolah Menengah Pertama (SMP), hal ini berarti mengenali karakteristik anak didik yang berumur antara 12 dan 16 tahun atau yang disebut remaja.
Remaja adalah sebuah kelompok yang bersifat khusus dalam masyarakat. Mereka tidak lagi kanak-kanak tetapi juga belum dewasa. Mereka berada dalam masa transisi menjadi orang dewasa mandiri dan mulai membuat keputusan tentang masa depan mereka. Banyak orang dewasa memiliki pandangan yang negatif tentang karakter umum remaja karena kalangan inilah yang nampaknya paling banyak terlibat dalam tindak anti sosial. Remaja telah lama menjadi bagian yang diacuhkan dalam masyarakat.
Kebanyakan remaja memerlukan bimbingan dan dukungan untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan produktif. Karena kebutuhan khusus inilah, beberapa tahun terakhir telah banyak terjadi perkembangan teori dan praktek tentang cara-cara yang paling efektif untuk menangani remaja. Salah satunya yang terbaik menyarankan sebuah pendekatan pengembangan remaja positif yang merupakan sebuah metode yang tepat untuk memenuhi kebutuhan khusus remaja dimaksud. Pendekatan pengembangan remaja positif yaitu yang memandang remaja sebagai bagian dari solusi bagi permasalahan dan yang dapat memastikan bahwa mereka benar-benar mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang mereka perlu kembangkan dalam memasuki masa dewasa dengan sukses.
Salah satu bagian tak terpisahkan dari pendekatan tersebut adalah dengan memberikan remaja kesempatan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan dalam masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka. Hal ini tidak saja merupakan hak dasar setiap manusia (remaja adalah manusia) tetapi sekaligus sesuatu yang remaja memang ingin lakukan, sesuatu yang dapat mereka lakukan dan sesuatu yang membawa manfaat besar bagi remaja dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal pendidikan di sekolah, misalnya, setiap anak atau remaja dapat memberitahukan apa yang mereka sukai dan tidak sukai tentang sekolah dan mengapa. Setiap anak atau remaja mempunyai ide-ide tentang bagaimana membuat pelajaran menjadi lebih menarik. Jika kita mau mendengarkan, mereka dapat membantu kita mencapai apa yang kita inginkan dan mewujudkan sistem pendidikan yang lebih berkualitas dan relevan dengan pembelajaran. Sesi ini akan memandu anda untuk menjadi guru yang lebih baik dengan membantu anda memahami siapa anak didik anda dan apa yang dapat anda lakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan lebih baik lagi.

Sesi 3
Bagaimana Guru yang Baik Memotivasi Siswa untuk Belajar?
Pendahuluan
Bayi dan anak-anak menmpunyai motivasi untuk belajar dari rasa ingin tahu secara alami, didorong oleh keinginan untuk berinteraksi, mengenal dan memahami lingkungan sekitar mereka. Sangat jarang kita mendengar guru TK yang mengeluhkan muridnya “tidak bermotivasi”. Sejalan dengan pertumbuhannya, ketertarikan dan semangat untuk belajar pada kebanyakan anak mulai berkurang dan belajar sering menjadi sebuah beban, yang kadang berhubungan dengan kebosanan. Sementara sebagian siswa SMP masih mempunyai antusiasme alami untuk belajar, sebagian yang lain meskipun hadir di kelas namun absen secara mental.
Berkurangnya motivasi dan munculnya kebosanan di kelas dapat mengarah pada masalah kedisiplinan. Siswa yang tidak tertarik pada apa yang mereka pelajari atau tidak melihat adanya relevansi di dalamnya bisa menjadi gangguan di kelas, karena adanya perbedaan nilai dan tujuan antara siswa dan sistem (guru). Sepertinya bukan kejadian yang luar biasa mendengar guru SMP mengeluhkan anak didiknya “malas” atau “nakal”. Tetapi coba pikirkan si anak didik yang anda beri label ini di kelas. Sangat mungkin mereka ini adalah anak yang tidak memiliki motivasi untuk belajar. Mungkin mereka “malas” atau “nakal” karena alasan tertentu.
Guru senantiasa mencoba bermacam cara untuk memotivasi siswanya. Namun sangat disayangkan, kebanyakan cara yang digunakan adalah negatif, seperti ancaman, hukuman dan paksaan. Berapa kali anda mendengar guru mengancam untuk memberikan nilai jelek pada seorang siswa karena dia tidak mau belajar giat atau memberikan hukuman karena siswa tidak mengerjakan PR? Guru menggunakan cara-cara ini karena nampak paling mudah untuk dilakukan. Banyak guru yang tidak peduli dan tetap menerapkan metode agresif ini, termasuk menggunakan kekerasan fisik untuk mendisiplinkan siswanya. Beberapa metode ini sungguh tidaklah tepat dan kadang-kadang bahkan melanggar hukum. Di samping itu, metode-metode semacam ini seringkali tidak efektif dan hasilnya justru kebalikan dari yang diharapkan. Bukannya memotivasi siswa untuk belajar dengan lebih baik, namun membuat siswa semakin tertekan, gelisah, takut terhadap gurunya, rasa percaya dirinya turun dan merasa tidak aman dan nyaman di sekolah. Akibatnya semakin banyak siswa yang DO .
Guru perlu memikirkan apa yang sebenarnya mereka “ajarkan” pada saat mereka melakukan kekerasan di kelas. Banyak siswa yang mulai bertindak agresif dan menggunakan kekerasan untuk memecahkan masalah karena mereka melihat dari apa yang dilakukan gurunya. Siswa bahkan berlaku kasar terhadap siswa yang lain. Kekerasan terhadap teman sebaya juga termasuk penyebab utama DO dari sekolah dasar di Indonesia . Menggunakan kekerasan untuk memecahkan masalah bukanlah keterampilan hidup (life skill) yang efektif. Menurut Depdiknas, beberapa keterampilan hidup yang harus diajarkan guru-guru di Indonesia di antaranya adalah untuk menjadi manusia yang taqwa dan bermoral, mampu mengatur emosinya, disiplin serta memiliki keterampilan berkomunikasi dan memecahkan masalah. Menggunakan kekerasan tidak termasuk di dalamnya.
Guru yang baik menerapkan metode positif untuk memotivasi siswa, sehingga mereka merasa bersemangat untuk belajar dan merasa dihargai, mau bekerja giat, mengikuti peraturan, terus tinggal dan menyelesaikan pendidikan dasarnya serta mempelajari nilai-nilai positif dan keterampilan hidup. Tidak ada formula ajaib untuk memotivasi siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi siswa untuk bekerja dan belajar. Ketertarikan pada mata pelajaran, persepsi tentang manfaat yang diperoleh, keinginan untuk berprestasi, rasa percaya diri, gender, status sosio-ekonomi serta kesabaran dan ketekunan. Tentunya tidak semua siswa termotivasi oleh hal yang sama dan tidak memungkinkan untuk membahas keseluruhan aspek motivasi tersebut dalam modul pelatihan ini.
Meskipun demikian, seberapapun tingkat motivasi siswa akan dapat berubah oleh keadaan atau kejadian, baik maupun buruk, yang terjadi di kelas. Terdapat prinsip-prinsip umum yang dapat diaplikasikan guru untuk memotivasi siswa, Kegiatan pembelajaran yang baik tiap harinya dapat menjadi salah satu modal untuk mencegah rasa acuh siswa. Kebanyakan siswa menanggapi secara positif kegiatan belajar pembelajaran di kelas yang baik, oleh guru yang antusias dan sungguh-sungguh tertarik terhadap siswa dan pelajaran yang diajarkannya. Kegiatan yang dilakukan guru di kelas untuk meningkatkan pembelajaran akan meningkatkan motivasi siswa dengan sendirinya.
Namun, apapun metode yang anda gunakan untuk memotivasi siswa, tetap ada kemungkinan beberapa siswa di kelas yang menunjukkan perilaku yang mengganggu proses belajar sehingga penting bagi anda untuk mempelajari juga cara-cara yang efektif untuk mengatur mereka ini tanpa perlu bersikap tidak ramah dan agresif.
Sesi ini akan memperkenalkan kepada anda beberapa strategi untuk memotivasi siswa dan untuk mengelola siswa yang mengganggu di kelas serta memberikan cara-cara penerapannya di kelas sehingga anda dapat menjadi guru yang lebih baik.